Kamis, 30 April 2009

Laut Sawu Jalur Migrasi 14 Paus

Kupang, merdekainteraktf.com. Wilayah perairan Laut Sawu yang terletak di antara Pulau Timor, Sabu, Sumba, Flores dan Kepulauan Alor, merupakan jalur migrasi 14 jenis ikan paus, termasuk di antaranya jenis paus langka yakni paus biru dan paus sperma.

Bahkan beberapa pulau di kawasan ini merupakan tempat peteluran penting bagi jenis-jenis penyu laut terancam, kata Ketua Tim Pengkajian dan Penetapan Kawasan Konservasi Laut Sawu-Solor, Lembata, Alor/SOLAR, Jotham S.R. Ninef, di Kupang, Jumat.

Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan pentingnya perlindungan wilayah perairan Laut Sawu dan rencana pemerintah Indonesia untuk menjadikannya sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN).

Dia mengambarkan, perairan Laut Sawu dikelilingi oleh rangkaian kepulauan dan corak bawah laut yang dramatis.

Perairan ini terletak di jantung bentang laut Paparan Sunda Kecil dibagian selatan segitiga karang dunia dan menyokong beragam habitat karang dan pelagis paling produktif.

Letaknya juga di persimpangan Samudera Pasifik dan Hindia, sehingga menjadikannya sebagai koridor migrasi utama 14 janis paus.

Wilayah ini, lanjut Jotham juga mengalami fenomena oseanografi yang dinamis termasuk diantaranya arus laut Indonesia yang terkenal kuat.

Kombinasi arus yang kuat dan tebing laut curang menyebabkan pengaduan arus dingin yang mungkin merupakan faktor utama 

pemicu ketangguhan terhadap ancaman terbesar akan peningkatan suhu permukaan laut terkait perubahan iklim.

Karena itu, jika dapat secara efektif dilindungi, maka menurutnya, Laut Sawu dapat menjadi tempat perlindungan bagi kehidupan laut dan sumber daya perikanan yang produktif diantara perubahan iklim global.

Perairan Laut Sawu mulai tahun 2009 ini dicanangkan sebagai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) dengan luas 4,9 juta hektare.

Saat ini sedang dilakukan kajian dan perancangan pengelolaan kawasan konservasi perairan Laut Sawu oleh sebuah tim yang berkantor pusat di Kupang, NTT.(antara/m.rizqi/merdekainteraktif.com)

Foto : Benjamin Kahn

Senin, 27 April 2009

Si Buta Huruf Bisa Tipu Sarjana

TUBAN - Siapa bilang seorang buta huruf lebih bodoh dibanding seorang bertitel sarjana? Buktinya, Wakiman (55) meski tak bisa membaca satu huruf pun mampu mempedaya sarjana, dengan dalih akan dicarikan kerja di Pertamina dan PT Petrochina.

Lelaki buta huruf yang tak pernah mengenyam pendidikan formal, warga Dusun Tikung, Desa Suciharjo, Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban, telah menipu sedikitnya empat pencari kerja lulusan SMA maupun sarjana dengan kerugian sekitar Rp 39,6 juta. Wakiman ditangkap dan ditahan petugas Mapolres Tuban, Kamis tengah malam. Di rumah tersangka ada sebuah mobil sedan keluaran 1990-an dan motor keluaran terbaru yang diduga hasil perbuatan pidana.

Dalam melakukan aksinya, Wakiman yang juga dukun pijat mengaku seolah-olah punya hubungan khusus dengan bos perusahaan besar, seperti PT Pertamina Gresik atau PT Petrochina, Soko, Tuban. “Kalau sampeyan mau kerja enak di perusahaan besar, saya punya channel di sana. Dijamin masuk dan langsung kerja,” kata Tri Maryono, salah seorang korban, menirukan bujuk rayu Wakiman kepadanya saat ditemui Surya di Mapolres Tuban, Jumat (6/6).

Karena butuh pekerjaan, Tri mengaku terpikat. Bahkan ia menyediakan uang pelicin Rp 12 juta seperti yang diminta tersangka. Namun, setelah ditunggu-tunggu enam bulan janji itu tak terwujud.

Korban lainnya, Kusdi, sarjana, warga Desa Klumpit, Kecamatan Soko, Tuban, menyerahkan Rp 22 juta. Tarmin, tetangga Kusdi, menyetorkan uang Rp 2,6 juta, dan Khamim terpedaya Rp 10 juta. 

Kepala Satreskrim Polres Tuban AKP Effendi Lubis membenarkan penipu yang buta huruf itu. Kendati demikian, petugas menindak perbuatannya yang telah merugikan korban-korbannya. “Saya kira korban masih banyak lagi karena saat menggeledah rumah tersangka kami menemukan dua map berisi lamaran atas nama Junaidi dan Agus Suyono, mungkin mereka korban juga,” kata Effendi. (uji)

64 Persen Perempuan Buta Huruf

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus buta aksara lebih tinggi di kalangan perempuan, yakni 64 persen. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan kebijakan afirmatif bagi perempuan dalam pemberantasan buta aksara.

Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Departemen Pendidikan Nasional Hamid Muhammad, Senin (27/4), mengatakan, jumlah perempuan buta aksara sekitar 6,3 juta orang, sekitar 70 persen di antaranya berusia di atas 45 tahun. Adapun jumlah laki-laki buta aksara sebanyak 3,4 juta orang. Total jumlah warga buta aksara 9,7 juta atau 5,97 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah itu lebih rendah ketimbang pada tahun 2004 sebesar 10,7 persen.

Daerah yang tinggi disparitas perempuan dan laki-laki untuk kasus buta aksara adalah wilayah Indonesia timur, seperti Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, dan sebagian Nusa Tenggara Barat. ”Jika dalam sebuah keluarga ada dua atau tiga anak sedang bersekolah, kemudian orangtua tidak mampu membiayai, yang putus sekolah biasanya anak perempuan. Masih ada anggapan, perempuan tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi,” ujar Hamid.

Hamid menambahkan, tingkat buta aksara dipengaruhi pula oleh akses pelayanan pendidikan dasar dan angka putus sekolah, terutama di kelas I, II, dan III jenjang sekolah dasar.

Guna mengatasi persoalan buta aksara tersebut, pemerintah menerapkan kebijakan afirmatif pendidikan pemberdayaan perempuan. ”Ada pendidikan kelompok belajar keaksaraan mandiri yang pada hakikatnya pendidikan kecakapan hidup sebagai kelanjutan dari program keaksaraan yang sudah ada,” katanya.

Untuk menarik minat warga kelompok umur di atas 40 tahun kembali belajar membaca, menulis, dan menghitung, diperkenalkan pula program kewirausahaan.

”Dari kegiatan kewirausahaan itu, muncul kebutuhan membaca dan menulis. Setelah itu, sedikit- sedikit diberikan materi keaksaraan,” ujarnya.

Pada 2009 telah ditetapkan sasaran program tersebut kepada sekitar 200.000 orang. Setiap kelompok yang terdiri atas 10-15 orang diberi bantuan modal Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per kelompok. (INE)

Sumber : KOMPAS